Dari semua pernikahan yang pernah gw datengin, ada satu yang paling
berkesan buat gue, yaitu pernikahan temen sekelas gue selama 5 tahun, Romi
Hardiansyah. Bukan karena pesta resepsinya yang mewah atau menghabiskan dana
bermilyar-milyar rupiah yang menjadikannya berkesan. Namun, ini semua disebabkan oleh keakraban d’siasat (sebutan buat anak-anak kelas gue jaman SMA)
yang bahu-membahu mensukseskan acara ini.
Senin, 19 Desember 2011
Kok bisa inget gitu sama tanggalnya? Jelas doong.. kan
kemarennya gw ulang tahun #abaikan.
Waktu itu malem2 sekitar jam 10an tiba-tiba gw dikagetkan dengan
BBM dari temen gw “Nan, si Romi nikah?” “hah? Yang bener?” “cek fb deh!” gw pun
secepat kilat tersentak dari kasur dan langsung nyalain kompor. #salah# nyalain
laptop maksud gw. Dan begitu gw buka fb, *eing-ing-eng* muncul beginian di Home
fb gw
Wooooww!! Romi mameeeenn, akhirnya nikah jugaaa, Allahu
Akbar!! Berbeda dengan temen-temen gw yang masih dirundung rasa ga percaya, gw
percaya kalo ini adalah kenyataan! “bukan Romi bro kalo ga bikin kejutan” ini
lah tanggapan gw buat temen-temen yang masih belum percaya. Romi yang dari SMA
udah sering baca buku tentang indahnya pernikahan dini ini
emang dari dulu ngebet dan bertekad jadi yang pertama nikah diantara d’siasat.
(FYI dsiasat itu isinya 46 anak dan cowo semua) Gue pun yang kebetulan saat itu
sedang free karena baru beres UTS, langsung berinisiatif membentuk grup sebagai wadah bertukar pikiran demi suksesnya acara ini yang
dinamai “Panitia Pelaksana Persiapan Pernikahan Romi dan Ayu” atau yang dalam bahasa Jepang versi google translate bernama 執行委員会結婚準備ロミとあゆ. (sumpah kurang kerjaan banget gw -____-)
28 Desember 2011
Setelah mendiskusikan perihal acara Pernikahan ini. Rabu
sore waktu setempat kami berkumpul di lapangan futsal KM Pandeglang. Sekitar
20an anak hadir saat itu. (Alhamdulillah patungannya bisa murah, hehe) dan
tentunya Romi yang notabene besok mau nikah, turut hadir dan langsung mengisi
pos penjaga gawang. Agak kurang cocok sebenernya, karena tujuan kami
mengajaknya bermain adalah melatih
instingnya dalam “membobol” gawang lawan *eitss*
Setelah beres bermain futsal, kamipun ngobrol-ngobrol santai
di rumah cupit. Cupit adalah teman baik romi sejak jaman SMP. Mereka memiliki
kesamaan, salah satunya mereka selalu mengenakan topi sekolah kemana-mana.
Mungkin topi bagi mereka sudah menjadi organ tubuh yang menyatu dengan kepala.
Topi sudah menjadi keluarga yang tak mungkin terpisahkan dengan diri mereka.
Kadang mereka mengajak topinya mengobrol, bercanda, tertawa, dan curhat (gak
segitunya juga deng, hehehe) sambil menenggak air putih yang saat itu terasa
sangat nikmatnya, kamipun mulai menginterogasi Romi untuk menceritakan bagaimana
bisa ia membuat kami iri dengan menikah secepat ini, kurang ajar.
Romi pun menceritakan semuanya kepada kami dari tahap
ta’aruf, lamaran, sampai rencana pernikahannya. Romi memang bukanlah seperti
tipe pria kebanyakan. Tak perlu menunggu lulus kuliah, dapat kerjaan tetap,
atau pacaran untuk meminang sang istri. Dia langsung action, langsung lamar! Setelah panjang lebar menceritakan semuanya, Romi pun kami
persilakan untuk pulang dan beristirahat karena esok harinya akan menjadi hari
yang bersejarah baginya dan bagi kami tentunya. Gila, ada ya penganten yang H-1
pernikahannya sempat-sempatnya main futsal, dan berkumpul-kumpul dengan
teman-temannya sampai malam. Ya ada! Romi lah orangnya, kawan kami, saudara
kami.
Sekitar pukul 9 malam kami mendapat sms dari Romi yang mengabarkan
bahwa ia sedang kebingungan memikirkan akomodasi untuk teman-temannya yang
berangkat dari Bandung. Rombongan berjumlah sekitar 60 orang dan diperkirakan
sampai di pandeglang pukul 05.00 pagi. Bus tidak dapat masuk ke tempat tinggal
Romi karena kondisi jalan yang tidak memungkinkan. Setelah berunding dengan
teman-teman, akhirnya kami memutuskan untuk menyewa angkot. Kami sangat
beruntung bisa menemukan tempat sewa angkot saat itu mengingat kami sebenarnya
tidak tau dimana tempat menyewa angkot dan hari sudah malam, di pinggir jalan
kami melihat ada bapak-bapak yang sedang mencuci angkotnya. Kami pun
menghampirinya dan Alhamdulillah ternyata bapak tersebut bersedia menyewakan
angkotnya. Setelah melalui proses tawar-menawar yang cukup alot, kami pun
akhirnya memutuskan untuk menyewa 5 buah angkot meskipun harga sewanya cukup
mahal, walau sebenarnya berapapun harganya pasti akan kami bayar karena kami
sedang benar-benar butuh.
Sekitar pukul 11 akhirnya kami kembali ke rumah cupit. Rumah
cupit memang markas yang nyaman untuk dipake menginap. Fasilitas yang lengkap,
ruangan yang luas, makanan yang selalu tersedia dan siap dibawa pulang, serta
keluarga yang jarang ada dirumah semakin membuat kami merasa bebas serasa
berada di rumah sendiri. Terlebih buat musafir seperti gue, karena gw udah
pindah ke Tangerang jadi tiap main ke Pandeglang wajib nginep di rumah temen.
Jam sudah menunjukkan lewat tengah malam, sebagian dari kami
ada yang sudah tertidur karena kelelahan, tapi ada pula yang masih
ngobrol-ngobrol di teras depan. Meskipun sebenarnya daya gravitasi di kelopak
mata ini sudah sebegitu beratnya buat jatuh (re: tidur) tapi rasanya sayang
untuk melewatkan waktu bersama teman-teman SMA yang sepertinya sulit untuk
terulang lagi. Gue, Ruri, Yudha, Cupit dan siapa lagi gitu lupa. (kalo yang ada
waktu itu kebetulan baca blog ini ingetin ya) akhirnya ngobrol-ngobrol di teras depan. Yudha
yang baru terpilih sebagai ketua BEM fakultas Teknik Unpad mulai bercerita
bahwa ia sebenarnya hari itu harus mengikuti LDKS. Namun ia memilih untuk bolos
dan dimarahi Dekan daripada harus melewatkan momen pernikahan Romi ini. Lain
lagi dengan Ruri, ia menceritakan bagaimana kisah hidupnya pada masa-masa
jahilliyah nya di awal-awal perkuliahan. Cupit yang merupakan teman sekosan
Ruri pun mengamini. Obrolan yang sebenarnya bisa menjadi panjang lebar atau
bahkan tak akan berujung dan tiada henti ini dengan terpaksa harus segera
diakhiri. Karena jam sudah menunjukkan setengah 2 malam. Mengingat besok kami
harus memiliki stamina yang maksimal untuk sebisa mungkin membantu apa yang
bisa dibantu demi suksesnya acara sahabat kami ini. Sebelum tidur, sayapun tak
lupa memasang alarm dan meminta Romi untuk membangunkan bila rombongan dari
Bandung telah sampai di Pandeglang.
Jam setengah 5 pagi handphone berdering, saya langsung
terbangun, dan menerima telepon yang sudah tau sebenarnya siapa lagi yang
menelpon sepagi ini kalau bukan Romi. Satu hal yang menarik dari Romi ini.
Sewaktu SMP, dia sangat jahil. Dia sering menelpon ke rumah teman-temannya
tengah malam. Setelah diangkat dia langsung menutup teleponnya. Keluarga saya sempat
menganggap penelpon misterius ini adalah strategi maling yang sedang memastikan
semua orang sudah tertidur sebelum melancarkan aksinya. Maka dari itu setiap
kali dia missed call, kami
mengangkatnya. Sungguh suatu kebodohan di tengah malam. Romi memberitahu bahwa
rombongan sudah datang dan sedang beristirahat sambil solat shubuh di Mesjid
Agung. Sayapun langsung mandi disaat semua orang masih tertidur. Sengaja saya
ga langsung bangunin, biar ke kamar mandinya ga rebutan. Hehe. Selesai mandi,
saya langsung membangunkan teman-teman untuk solat subuh dan bersiap-siap.
Kurang lebih pukul 5 pagi, dengan cuaca sedikit gerimis saya
Menuju Masjid Agung, sementara Ruri dan Wahyudin pergi menghubungi angkot di
Cipacung. Setengah 6 saya dan rombongan sampai di Cipacung. Bus diparkir di pom
bensin, sementara para penumpang kami pindahkan ke angkot yang telah tersedia.
Pukul 6 tepat kami sampai di rumah Romi. Alhamdulillah sesuai estimasi
sebelumnya dan tidak ngaret. Rombongan pun langsung disuguhi makan pagi oleh
tuan rumah. Sambil menunggu rombongan makan pagi. Saya, Wahyudin, Ruri, dan
Dodi berkumpul menemani Romi yang sedang makan di teras. Saat itu Romi kami
latih agar tidak grogi dalam mengucapkan ijab kabul. Romipun mengucapkannya
dengan suara lantang layaknya pembaca Dasadharma saat upacara pramuka, kamipun
terbahak-bahak dibuatnya.
menuju rumah mempelai
udah standby dari pagi
Satu hal kecil yang saya perhatikan dari Romi saat itu namun
memiliki makna mendalam adalah saat Romi tinggal melahap suapan terakhir makan
pagi di depan mulutnya, tiba-tiba ia dipanggil oleh ibunya. Romi pun langsung
menaruh kembali makanannya dan langsung pergi menghampiri ibunya. Memang sudah
seharusnya seperti itu sikap seorang anak bilang diperintah atau dipanggil
orangtua. Langsung menemuinya, bukannya malah membuatnya menunggu meskipun
sebentar atau berkata “uh”, “ah” kami belajar banyak darinya.
Pukul 7 kurang kami semua berangkat dari rumah mempelai pria
menuju rumah mempelai wanita. Romi dan sebagian keluarga ikut mobilnya Yudha,
rombongan naik angkot, sementara d’siasat konvoi menggunakan motor. Sekitar
setengah jam kami sampai di rumah Ayu yang menjadi tempat akad nikah dan
resepsi. Sesampainya disana saya sebenarnya agak sedikit sedih. Karena saya
tidak bisa menyaksikan langsung prosesi akad nikah mengingat sudah banyaknya
orang yang masuk di dalam. Sayapun hanya bisa menitipkan kamera dan meminta
teman untuk mendokumentasikannya.
Sambil menunggu teman-teman yang belum datang, kami pun
melepas kangen dengan mengobrol-ngobrol dan berfoto-foto. Acara semakin meriah
ketika Romi dan Ayu ditarik keluar rumah oleh rombongan dari Bandung untuk berfoto
bersama. Selain itu mereka pun memberikan cinderamata berupa plakat dan
karikatur mereka berdua. Setelah selesai berfoto-foto dengan rombongan dari Bandung,
tibalah giliran d’siasat untuk berfoto dan memberikan cinderamata. Bonek, yang
merupakan ketua kelas kami di kelas 12 mendapatkan kesempatan untuk menyerahkan
piala bergilir sementara saya menyerahkan plakat. Sedikit cerita tentang piala
bergilir. Aturannya adalah, piala baru akan berganti kepemilikan apabila ada
diantara kami yang menikah. Lah enak yang terakhir dong? Nanti jadi piala tetap?
Yaa makanya nikah lagi kalo mau dapetin pialanya lagi :p
bonek matanya liat kemana itu..
ini plakatnya..
nunggu yang belum dateng
foto bareng Romi
ayo-ayo siapa yang akan merebut piala bergilir itu dari tangan Romi & Ayu? Let's see :)