Senin, 11 Juni 2012

NIkah muda(h)


Dari semua pernikahan yang pernah gw datengin, ada satu yang paling berkesan buat gue, yaitu pernikahan temen sekelas gue selama 5 tahun, Romi Hardiansyah. Bukan karena pesta resepsinya yang mewah atau menghabiskan dana bermilyar-milyar rupiah yang menjadikannya berkesan. Namun, ini semua disebabkan oleh keakraban d’siasat (sebutan buat anak-anak kelas gue jaman SMA) yang bahu-membahu mensukseskan acara ini.

Senin, 19 Desember 2011
Kok bisa inget gitu sama tanggalnya? Jelas doong.. kan kemarennya gw ulang tahun #abaikan.
Waktu itu malem2 sekitar jam 10an tiba-tiba gw dikagetkan dengan BBM dari temen gw “Nan, si Romi nikah?” “hah? Yang bener?” “cek fb deh!” gw pun secepat kilat tersentak dari kasur dan langsung nyalain kompor. #salah# nyalain laptop maksud gw. Dan begitu gw buka fb, *eing-ing-eng* muncul beginian di Home fb gw

Wooooww!! Romi mameeeenn, akhirnya nikah jugaaa, Allahu Akbar!! Berbeda dengan temen-temen gw yang masih dirundung rasa ga percaya, gw percaya kalo ini adalah kenyataan! “bukan Romi bro kalo ga bikin kejutan” ini lah tanggapan gw buat temen-temen yang masih belum percaya. Romi yang dari SMA udah sering baca buku tentang indahnya pernikahan dini ini emang dari dulu ngebet dan bertekad jadi yang pertama nikah diantara d’siasat. (FYI dsiasat itu isinya 46 anak dan cowo semua) Gue pun yang kebetulan saat itu sedang free karena baru beres UTS, langsung berinisiatif membentuk grup sebagai wadah bertukar pikiran demi suksesnya acara ini yang dinamai “Panitia Pelaksana Persiapan Pernikahan Romi dan Ayu” atau yang dalam bahasa Jepang versi google translate bernama 執行委員会結婚準備ロミとあゆ. (sumpah kurang kerjaan banget gw -____-)

28 Desember 2011
Setelah mendiskusikan perihal acara Pernikahan ini. Rabu sore waktu setempat kami berkumpul di lapangan futsal KM Pandeglang. Sekitar 20an anak hadir saat itu. (Alhamdulillah patungannya bisa murah, hehe) dan tentunya Romi yang notabene besok mau nikah, turut hadir dan langsung mengisi pos penjaga gawang. Agak kurang cocok sebenernya, karena tujuan kami mengajaknya bermain  adalah melatih instingnya dalam “membobol” gawang lawan *eitss*
Setelah beres bermain futsal, kamipun ngobrol-ngobrol santai di rumah cupit. Cupit adalah teman baik romi sejak jaman SMP. Mereka memiliki kesamaan, salah satunya mereka selalu mengenakan topi sekolah kemana-mana. Mungkin topi bagi mereka sudah menjadi organ tubuh yang menyatu dengan kepala. Topi sudah menjadi keluarga yang tak mungkin terpisahkan dengan diri mereka. Kadang mereka mengajak topinya mengobrol, bercanda, tertawa, dan curhat (gak segitunya juga deng, hehehe) sambil menenggak air putih yang saat itu terasa sangat nikmatnya, kamipun mulai menginterogasi Romi untuk menceritakan bagaimana bisa ia membuat kami iri dengan menikah secepat ini, kurang ajar.

Romi pun menceritakan semuanya kepada kami dari tahap ta’aruf, lamaran, sampai rencana pernikahannya. Romi memang bukanlah seperti tipe pria kebanyakan. Tak perlu menunggu lulus kuliah, dapat kerjaan tetap, atau pacaran untuk meminang sang istri. Dia langsung action, langsung lamar! Setelah panjang lebar menceritakan semuanya, Romi pun kami persilakan untuk pulang dan beristirahat karena esok harinya akan menjadi hari yang bersejarah baginya dan bagi kami tentunya. Gila, ada ya penganten yang H-1 pernikahannya sempat-sempatnya main futsal, dan berkumpul-kumpul dengan teman-temannya sampai malam. Ya ada! Romi lah orangnya, kawan kami, saudara kami.

Sekitar pukul 9 malam kami mendapat sms dari Romi yang mengabarkan bahwa ia sedang kebingungan memikirkan akomodasi untuk teman-temannya yang berangkat dari Bandung. Rombongan berjumlah sekitar 60 orang dan diperkirakan sampai di pandeglang pukul 05.00 pagi. Bus tidak dapat masuk ke tempat tinggal Romi karena kondisi jalan yang tidak memungkinkan. Setelah berunding dengan teman-teman, akhirnya kami memutuskan untuk menyewa angkot. Kami sangat beruntung bisa menemukan tempat sewa angkot saat itu mengingat kami sebenarnya tidak tau dimana tempat menyewa angkot dan hari sudah malam, di pinggir jalan kami melihat ada bapak-bapak yang sedang mencuci angkotnya. Kami pun menghampirinya dan Alhamdulillah ternyata bapak tersebut bersedia menyewakan angkotnya. Setelah melalui proses tawar-menawar yang cukup alot, kami pun akhirnya memutuskan untuk menyewa 5 buah angkot meskipun harga sewanya cukup mahal, walau sebenarnya berapapun harganya pasti akan kami bayar karena kami sedang benar-benar butuh.

Sekitar pukul 11 akhirnya kami kembali ke rumah cupit. Rumah cupit memang markas yang nyaman untuk dipake menginap. Fasilitas yang lengkap, ruangan yang luas, makanan yang selalu tersedia dan siap dibawa pulang, serta keluarga yang jarang ada dirumah semakin membuat kami merasa bebas serasa berada di rumah sendiri. Terlebih buat musafir seperti gue, karena gw udah pindah ke Tangerang jadi tiap main ke Pandeglang wajib nginep di rumah temen.

Jam sudah menunjukkan lewat tengah malam, sebagian dari kami ada yang sudah tertidur karena kelelahan, tapi ada pula yang masih ngobrol-ngobrol di teras depan. Meskipun sebenarnya daya gravitasi di kelopak mata ini sudah sebegitu beratnya buat jatuh (re: tidur) tapi rasanya sayang untuk melewatkan waktu bersama teman-teman SMA yang sepertinya sulit untuk terulang lagi. Gue, Ruri, Yudha, Cupit dan siapa lagi gitu lupa. (kalo yang ada waktu itu kebetulan baca blog ini ingetin ya) akhirnya ngobrol-ngobrol di teras depan. Yudha yang baru terpilih sebagai ketua BEM fakultas Teknik Unpad mulai bercerita bahwa ia sebenarnya hari itu harus mengikuti LDKS. Namun ia memilih untuk bolos dan dimarahi Dekan daripada harus melewatkan momen pernikahan Romi ini. Lain lagi dengan Ruri, ia menceritakan bagaimana kisah hidupnya pada masa-masa jahilliyah nya di awal-awal perkuliahan. Cupit yang merupakan teman sekosan Ruri pun mengamini. Obrolan yang sebenarnya bisa menjadi panjang lebar atau bahkan tak akan berujung dan tiada henti ini dengan terpaksa harus segera diakhiri. Karena jam sudah menunjukkan setengah 2 malam. Mengingat besok kami harus memiliki stamina yang maksimal untuk sebisa mungkin membantu apa yang bisa dibantu demi suksesnya acara sahabat kami ini. Sebelum tidur, sayapun tak lupa memasang alarm dan meminta Romi untuk membangunkan bila rombongan dari Bandung telah sampai di Pandeglang.

Jam setengah 5 pagi handphone berdering, saya langsung terbangun, dan menerima telepon yang sudah tau sebenarnya siapa lagi yang menelpon sepagi ini kalau bukan Romi. Satu hal yang menarik dari Romi ini. Sewaktu SMP, dia sangat jahil. Dia sering menelpon ke rumah teman-temannya tengah malam. Setelah diangkat dia langsung menutup teleponnya. Keluarga saya sempat menganggap penelpon misterius ini adalah strategi maling yang sedang memastikan semua orang sudah tertidur sebelum melancarkan aksinya. Maka dari itu setiap kali dia missed call, kami mengangkatnya. Sungguh suatu kebodohan di tengah malam. Romi memberitahu bahwa rombongan sudah datang dan sedang beristirahat sambil solat shubuh di Mesjid Agung. Sayapun langsung mandi disaat semua orang masih tertidur. Sengaja saya ga langsung bangunin, biar ke kamar mandinya ga rebutan. Hehe. Selesai mandi, saya langsung membangunkan teman-teman untuk solat subuh dan bersiap-siap.

Kurang lebih pukul 5 pagi, dengan cuaca sedikit gerimis saya Menuju Masjid Agung, sementara Ruri dan Wahyudin pergi menghubungi angkot di Cipacung. Setengah 6 saya dan rombongan sampai di Cipacung. Bus diparkir di pom bensin, sementara para penumpang kami pindahkan ke angkot yang telah tersedia. Pukul 6 tepat kami sampai di rumah Romi. Alhamdulillah sesuai estimasi sebelumnya dan tidak ngaret. Rombongan pun langsung disuguhi makan pagi oleh tuan rumah. Sambil menunggu rombongan makan pagi. Saya, Wahyudin, Ruri, dan Dodi berkumpul menemani Romi yang sedang makan di teras. Saat itu Romi kami latih agar tidak grogi dalam mengucapkan ijab kabul. Romipun mengucapkannya dengan suara lantang layaknya pembaca Dasadharma saat upacara pramuka, kamipun terbahak-bahak dibuatnya.


menuju rumah mempelai

udah standby dari pagi

Satu hal kecil yang saya perhatikan dari Romi saat itu namun memiliki makna mendalam adalah saat Romi tinggal melahap suapan terakhir makan pagi di depan mulutnya, tiba-tiba ia dipanggil oleh ibunya. Romi pun langsung menaruh kembali makanannya dan langsung pergi menghampiri ibunya. Memang sudah seharusnya seperti itu sikap seorang anak bilang diperintah atau dipanggil orangtua. Langsung menemuinya, bukannya malah membuatnya menunggu meskipun sebentar atau berkata “uh”, “ah” kami belajar banyak darinya.

Pukul 7 kurang kami semua berangkat dari rumah mempelai pria menuju rumah mempelai wanita. Romi dan sebagian keluarga ikut mobilnya Yudha, rombongan naik angkot, sementara d’siasat konvoi menggunakan motor. Sekitar setengah jam kami sampai di rumah Ayu yang menjadi tempat akad nikah dan resepsi. Sesampainya disana saya sebenarnya agak sedikit sedih. Karena saya tidak bisa menyaksikan langsung prosesi akad nikah mengingat sudah banyaknya orang yang masuk di dalam. Sayapun hanya bisa menitipkan kamera dan meminta teman untuk mendokumentasikannya.

Sambil menunggu teman-teman yang belum datang, kami pun melepas kangen dengan mengobrol-ngobrol dan berfoto-foto. Acara semakin meriah ketika Romi dan Ayu ditarik keluar rumah oleh rombongan dari Bandung untuk berfoto bersama. Selain itu mereka pun memberikan cinderamata berupa plakat dan karikatur mereka berdua. Setelah selesai berfoto-foto dengan rombongan dari Bandung, tibalah giliran d’siasat untuk berfoto dan memberikan cinderamata. Bonek, yang merupakan ketua kelas kami di kelas 12 mendapatkan kesempatan untuk menyerahkan piala bergilir sementara saya menyerahkan plakat. Sedikit cerita tentang piala bergilir. Aturannya adalah, piala baru akan berganti kepemilikan apabila ada diantara kami yang menikah. Lah enak yang terakhir dong? Nanti jadi piala tetap? Yaa makanya nikah lagi kalo mau dapetin pialanya lagi :p


 bonek matanya liat kemana itu..

ini plakatnya..

nunggu yang belum dateng


 foto bareng Romi

ayo-ayo siapa yang akan merebut piala bergilir itu dari tangan Romi & Ayu? Let's see :)