Kamis, 13 Desember 2012

Stop complaining and be grateful


It's become a tradition at my college, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, at the end of the semester we held the event with classmates to go somewhere for the purpose of refreshing or just familiarizing ourselves. In this activity, there is usually a session where each of us had to write a testimonial for the other classmates. From many of testimonials that my friends had written to me, there is a testimony that interesting to me. One of my friends (until now I don’t know who is she/he) wrote this.


I smiled after read this, and deep in my heart I would to say "Dear my friend,  it doesn’t mean that i never had a problem in my life, I'd just never complaining about it." Maybe, Im the type of introvert person, I almost never tell my problems to someone else, or just write it on FB, BBM, or twitter. In my opinion, there are always other things that we can be grateful in our life. So, why we have to complain? "Fa inna ma’al 'usri yusra, Inna ma’al usri yusra." “Surely there is ease after hardship.” This is Allah promises, and Allah said twice. So why complain? I dont understand the people who prefer complaining to solving their problem. For example in twitterland. Do you have twitter? I think you have read some tweet like this. "Duh, kerjaan banyak banget, bikin pusing! "Hey, bro there are still many people who are unemployed outside, if you twitting like that so your job will be done by itself? Another example like people who complaining about their food."ish, makanannya ga enak banget! Gak tau apa lagi laper! "Hey girls, don’t you know there are many people in Gaza who didn’t know how to eat because there is no food there?
Are you still complaining? Observe around you and be thankful for all that you have in this transitory lifetime. Let us complain less and give more :)







Senin, 11 Juni 2012

NIkah muda(h)


Dari semua pernikahan yang pernah gw datengin, ada satu yang paling berkesan buat gue, yaitu pernikahan temen sekelas gue selama 5 tahun, Romi Hardiansyah. Bukan karena pesta resepsinya yang mewah atau menghabiskan dana bermilyar-milyar rupiah yang menjadikannya berkesan. Namun, ini semua disebabkan oleh keakraban d’siasat (sebutan buat anak-anak kelas gue jaman SMA) yang bahu-membahu mensukseskan acara ini.

Senin, 19 Desember 2011
Kok bisa inget gitu sama tanggalnya? Jelas doong.. kan kemarennya gw ulang tahun #abaikan.
Waktu itu malem2 sekitar jam 10an tiba-tiba gw dikagetkan dengan BBM dari temen gw “Nan, si Romi nikah?” “hah? Yang bener?” “cek fb deh!” gw pun secepat kilat tersentak dari kasur dan langsung nyalain kompor. #salah# nyalain laptop maksud gw. Dan begitu gw buka fb, *eing-ing-eng* muncul beginian di Home fb gw

Wooooww!! Romi mameeeenn, akhirnya nikah jugaaa, Allahu Akbar!! Berbeda dengan temen-temen gw yang masih dirundung rasa ga percaya, gw percaya kalo ini adalah kenyataan! “bukan Romi bro kalo ga bikin kejutan” ini lah tanggapan gw buat temen-temen yang masih belum percaya. Romi yang dari SMA udah sering baca buku tentang indahnya pernikahan dini ini emang dari dulu ngebet dan bertekad jadi yang pertama nikah diantara d’siasat. (FYI dsiasat itu isinya 46 anak dan cowo semua) Gue pun yang kebetulan saat itu sedang free karena baru beres UTS, langsung berinisiatif membentuk grup sebagai wadah bertukar pikiran demi suksesnya acara ini yang dinamai “Panitia Pelaksana Persiapan Pernikahan Romi dan Ayu” atau yang dalam bahasa Jepang versi google translate bernama 執行委員会結婚準備ロミとあゆ. (sumpah kurang kerjaan banget gw -____-)

28 Desember 2011
Setelah mendiskusikan perihal acara Pernikahan ini. Rabu sore waktu setempat kami berkumpul di lapangan futsal KM Pandeglang. Sekitar 20an anak hadir saat itu. (Alhamdulillah patungannya bisa murah, hehe) dan tentunya Romi yang notabene besok mau nikah, turut hadir dan langsung mengisi pos penjaga gawang. Agak kurang cocok sebenernya, karena tujuan kami mengajaknya bermain  adalah melatih instingnya dalam “membobol” gawang lawan *eitss*
Setelah beres bermain futsal, kamipun ngobrol-ngobrol santai di rumah cupit. Cupit adalah teman baik romi sejak jaman SMP. Mereka memiliki kesamaan, salah satunya mereka selalu mengenakan topi sekolah kemana-mana. Mungkin topi bagi mereka sudah menjadi organ tubuh yang menyatu dengan kepala. Topi sudah menjadi keluarga yang tak mungkin terpisahkan dengan diri mereka. Kadang mereka mengajak topinya mengobrol, bercanda, tertawa, dan curhat (gak segitunya juga deng, hehehe) sambil menenggak air putih yang saat itu terasa sangat nikmatnya, kamipun mulai menginterogasi Romi untuk menceritakan bagaimana bisa ia membuat kami iri dengan menikah secepat ini, kurang ajar.

Romi pun menceritakan semuanya kepada kami dari tahap ta’aruf, lamaran, sampai rencana pernikahannya. Romi memang bukanlah seperti tipe pria kebanyakan. Tak perlu menunggu lulus kuliah, dapat kerjaan tetap, atau pacaran untuk meminang sang istri. Dia langsung action, langsung lamar! Setelah panjang lebar menceritakan semuanya, Romi pun kami persilakan untuk pulang dan beristirahat karena esok harinya akan menjadi hari yang bersejarah baginya dan bagi kami tentunya. Gila, ada ya penganten yang H-1 pernikahannya sempat-sempatnya main futsal, dan berkumpul-kumpul dengan teman-temannya sampai malam. Ya ada! Romi lah orangnya, kawan kami, saudara kami.

Sekitar pukul 9 malam kami mendapat sms dari Romi yang mengabarkan bahwa ia sedang kebingungan memikirkan akomodasi untuk teman-temannya yang berangkat dari Bandung. Rombongan berjumlah sekitar 60 orang dan diperkirakan sampai di pandeglang pukul 05.00 pagi. Bus tidak dapat masuk ke tempat tinggal Romi karena kondisi jalan yang tidak memungkinkan. Setelah berunding dengan teman-teman, akhirnya kami memutuskan untuk menyewa angkot. Kami sangat beruntung bisa menemukan tempat sewa angkot saat itu mengingat kami sebenarnya tidak tau dimana tempat menyewa angkot dan hari sudah malam, di pinggir jalan kami melihat ada bapak-bapak yang sedang mencuci angkotnya. Kami pun menghampirinya dan Alhamdulillah ternyata bapak tersebut bersedia menyewakan angkotnya. Setelah melalui proses tawar-menawar yang cukup alot, kami pun akhirnya memutuskan untuk menyewa 5 buah angkot meskipun harga sewanya cukup mahal, walau sebenarnya berapapun harganya pasti akan kami bayar karena kami sedang benar-benar butuh.

Sekitar pukul 11 akhirnya kami kembali ke rumah cupit. Rumah cupit memang markas yang nyaman untuk dipake menginap. Fasilitas yang lengkap, ruangan yang luas, makanan yang selalu tersedia dan siap dibawa pulang, serta keluarga yang jarang ada dirumah semakin membuat kami merasa bebas serasa berada di rumah sendiri. Terlebih buat musafir seperti gue, karena gw udah pindah ke Tangerang jadi tiap main ke Pandeglang wajib nginep di rumah temen.

Jam sudah menunjukkan lewat tengah malam, sebagian dari kami ada yang sudah tertidur karena kelelahan, tapi ada pula yang masih ngobrol-ngobrol di teras depan. Meskipun sebenarnya daya gravitasi di kelopak mata ini sudah sebegitu beratnya buat jatuh (re: tidur) tapi rasanya sayang untuk melewatkan waktu bersama teman-teman SMA yang sepertinya sulit untuk terulang lagi. Gue, Ruri, Yudha, Cupit dan siapa lagi gitu lupa. (kalo yang ada waktu itu kebetulan baca blog ini ingetin ya) akhirnya ngobrol-ngobrol di teras depan. Yudha yang baru terpilih sebagai ketua BEM fakultas Teknik Unpad mulai bercerita bahwa ia sebenarnya hari itu harus mengikuti LDKS. Namun ia memilih untuk bolos dan dimarahi Dekan daripada harus melewatkan momen pernikahan Romi ini. Lain lagi dengan Ruri, ia menceritakan bagaimana kisah hidupnya pada masa-masa jahilliyah nya di awal-awal perkuliahan. Cupit yang merupakan teman sekosan Ruri pun mengamini. Obrolan yang sebenarnya bisa menjadi panjang lebar atau bahkan tak akan berujung dan tiada henti ini dengan terpaksa harus segera diakhiri. Karena jam sudah menunjukkan setengah 2 malam. Mengingat besok kami harus memiliki stamina yang maksimal untuk sebisa mungkin membantu apa yang bisa dibantu demi suksesnya acara sahabat kami ini. Sebelum tidur, sayapun tak lupa memasang alarm dan meminta Romi untuk membangunkan bila rombongan dari Bandung telah sampai di Pandeglang.

Jam setengah 5 pagi handphone berdering, saya langsung terbangun, dan menerima telepon yang sudah tau sebenarnya siapa lagi yang menelpon sepagi ini kalau bukan Romi. Satu hal yang menarik dari Romi ini. Sewaktu SMP, dia sangat jahil. Dia sering menelpon ke rumah teman-temannya tengah malam. Setelah diangkat dia langsung menutup teleponnya. Keluarga saya sempat menganggap penelpon misterius ini adalah strategi maling yang sedang memastikan semua orang sudah tertidur sebelum melancarkan aksinya. Maka dari itu setiap kali dia missed call, kami mengangkatnya. Sungguh suatu kebodohan di tengah malam. Romi memberitahu bahwa rombongan sudah datang dan sedang beristirahat sambil solat shubuh di Mesjid Agung. Sayapun langsung mandi disaat semua orang masih tertidur. Sengaja saya ga langsung bangunin, biar ke kamar mandinya ga rebutan. Hehe. Selesai mandi, saya langsung membangunkan teman-teman untuk solat subuh dan bersiap-siap.

Kurang lebih pukul 5 pagi, dengan cuaca sedikit gerimis saya Menuju Masjid Agung, sementara Ruri dan Wahyudin pergi menghubungi angkot di Cipacung. Setengah 6 saya dan rombongan sampai di Cipacung. Bus diparkir di pom bensin, sementara para penumpang kami pindahkan ke angkot yang telah tersedia. Pukul 6 tepat kami sampai di rumah Romi. Alhamdulillah sesuai estimasi sebelumnya dan tidak ngaret. Rombongan pun langsung disuguhi makan pagi oleh tuan rumah. Sambil menunggu rombongan makan pagi. Saya, Wahyudin, Ruri, dan Dodi berkumpul menemani Romi yang sedang makan di teras. Saat itu Romi kami latih agar tidak grogi dalam mengucapkan ijab kabul. Romipun mengucapkannya dengan suara lantang layaknya pembaca Dasadharma saat upacara pramuka, kamipun terbahak-bahak dibuatnya.


menuju rumah mempelai

udah standby dari pagi

Satu hal kecil yang saya perhatikan dari Romi saat itu namun memiliki makna mendalam adalah saat Romi tinggal melahap suapan terakhir makan pagi di depan mulutnya, tiba-tiba ia dipanggil oleh ibunya. Romi pun langsung menaruh kembali makanannya dan langsung pergi menghampiri ibunya. Memang sudah seharusnya seperti itu sikap seorang anak bilang diperintah atau dipanggil orangtua. Langsung menemuinya, bukannya malah membuatnya menunggu meskipun sebentar atau berkata “uh”, “ah” kami belajar banyak darinya.

Pukul 7 kurang kami semua berangkat dari rumah mempelai pria menuju rumah mempelai wanita. Romi dan sebagian keluarga ikut mobilnya Yudha, rombongan naik angkot, sementara d’siasat konvoi menggunakan motor. Sekitar setengah jam kami sampai di rumah Ayu yang menjadi tempat akad nikah dan resepsi. Sesampainya disana saya sebenarnya agak sedikit sedih. Karena saya tidak bisa menyaksikan langsung prosesi akad nikah mengingat sudah banyaknya orang yang masuk di dalam. Sayapun hanya bisa menitipkan kamera dan meminta teman untuk mendokumentasikannya.

Sambil menunggu teman-teman yang belum datang, kami pun melepas kangen dengan mengobrol-ngobrol dan berfoto-foto. Acara semakin meriah ketika Romi dan Ayu ditarik keluar rumah oleh rombongan dari Bandung untuk berfoto bersama. Selain itu mereka pun memberikan cinderamata berupa plakat dan karikatur mereka berdua. Setelah selesai berfoto-foto dengan rombongan dari Bandung, tibalah giliran d’siasat untuk berfoto dan memberikan cinderamata. Bonek, yang merupakan ketua kelas kami di kelas 12 mendapatkan kesempatan untuk menyerahkan piala bergilir sementara saya menyerahkan plakat. Sedikit cerita tentang piala bergilir. Aturannya adalah, piala baru akan berganti kepemilikan apabila ada diantara kami yang menikah. Lah enak yang terakhir dong? Nanti jadi piala tetap? Yaa makanya nikah lagi kalo mau dapetin pialanya lagi :p


 bonek matanya liat kemana itu..

ini plakatnya..

nunggu yang belum dateng


 foto bareng Romi

ayo-ayo siapa yang akan merebut piala bergilir itu dari tangan Romi & Ayu? Let's see :)

Selasa, 01 Mei 2012

Indahnya berbagi :)

Ini adalah cerita waktu gw kelas 12 SMA. Jadi ceritanya waktu itu gw n temen2 kelas gw yang menamakan dirinya d’siasat (Dua belaS IA SATu) tiba-tiba kepikiran buat bikin suatu hal yang bermanfaat. Apa itu?  

                                                               *jeng-jeng-jeng*

                                       kegiatan itu bernama BAKSOS alias Bakar Sosis #salah

Di kota Asal gw (re: Pandeglang) masih banyak daerah yang belum sejahtera. Dan daerah yang jadi fokus perhatian kami untuk baksos adalah Desa Patia. Desa ini sering masuk tivi dan koran looh.. penyebabnya tidak lain dan tidak bukan adalah karena seringnya daerah ini dilanda banjir saat musim hujan.

Pada awalnya, kelas kami sepakat untuk menyumbang minimal sebesar 10 ribu rupiah tiap anak. Namun, setelah dimusyawarahkan dengan kelas lain, terjadilah pro kontra. “sumbangan kok dipatok minimalnya? Harusnya seikhlasnya dong.” Seperti itulah kurang lebih komentar siswa yang tidak setuju. Ya, memang 10 ribu merupakan nominal yang cukup besar saat itu. Akhirnya kami menyerahkan amanah kepada koordinator kelas masing-masing untuk mengumpulkan donasi dari tiap anak seikhlasnya, namun kelas kami tetap pada pendirian, 10 ribu tiap anak.

Setelah kurang lebih 2 minggu pengumpulan dana, terkumpul dana sebesar 2,7 juta. Ditambah dana dari donatur luar, total genap menjadi 3 juta rupiah. Dana ini kemudian kami konversi menjadi sembako yang akan disalurkan terhadap 110 keluarga. Alhamdulillah..

Minggu, 29 Maret 2009
Sekitar pukul 07.00 kami berkumpul di sekolah. Ditambah beberapa wakil dari kelas lain, kami semua berjumlah sekitar 30an orang. Tak ketinggalan wali kelas Bapak Gatot Sumaryono dan Pak Agus Yulia turut berpartisipasi. Setelah diawali kata2 sambutan dan do’a bersama, kami pun berangkat dengan konvoi sepeda motor. Dan perjalanan yang tak terlupakan pun dimulai.
Kurang lebih 2,5 jam waktu yang dibutuhkan untuk menempuh perjalanan. Karena kondisi medan yang rusak parah, sudah tidak asing lagi melihat pemandangan berupa motor tergelincir, jatuh ke selokan, atau spakbor patah. ini contohnya..

                                                                -pray for yoga-

Jalanan licin dan berlumpur sukses juga membuat mobil tempur kami terjerembab (ceileh terjerembaab~). Kredit tinggi patut diberikan kepada sang driver Drajat Gumilang yang dengan skill mumpuninya dapat mengendalikan mobil agar tetap pada jalurnya. FYI padahal Gilang ini sempat ga lulus ujian tulis loh waktu bikin SIM A barengan sama gue, kalo gue sih langsung lulus.. :p

                                                        dorong yoo doroong ( `-´ )9
Kira-kira Pukul 11 kami sampai di perkampungan warga. Warga dengan antusias sudah menunggu kedatangan kami. Segala fasilitas nomer wahid yang mereka punya di suguhkan demi kenyamanan kami. Sambutan warga yang luar biasa hangatnya, menghapus segala peluh keringat kami. Kondisi disana masih tertinggal. Kami tidak menemukan tanda-tanda listrik sudah masuk disana. Sampai-sampai salah seorang dari kami bergurau “kalo orang sini ditanya siapa Presiden Indonesia sekarang, mungkin jawabnya masih Pak Harto.” Hmm.. bisa jadi.

                                                            disambut warga ˆ⌣ˆ

Sesampainya disana sebagian dari kami ada yang beristirahat, ngebaso, dan foto-foto. trus gue ngapain? berhubung jiwa modelling gue sedang menggebu-gebu saat itu akhirnya gw ambil opsi ketiga, okay..

                                                                     *malu*

                                                  sempet-sempetnya foto begini -___-

Seminggu berselang, tiba- tiba kelas kami mendapat undangan dari DPRD Kab. Pandeglang dalam rangka menghadiri sosialisasi tata cara pemilu. Kebetulan pada saat itu tanggal 9 April 2009 bakal diadain pemilu. Oia hampir ketinggalan, ada cerita unik sewaktu konvoi pulang dari baksos. Rombongan kami sempat dianggap berasal dari partai politik yang sedang berkampanye karena jaket kelas kami berwarna merah agak mirip jaket parpol. Dengan jelas saya mendengar warga ada yang berteriak "Merah, benerin jalan dong!" Ampun paak, kita bukan dari partai banteng merah -____- MERDEKA! #eh

Pukul 9 kita berangkat dari sekolah, sesampainya di sana kita bertemu dengan perwakilan dari sekolah lain dan larut dalam kebersamaan hingga acara selesai. Setelah acara berakhir, tumpukkan nasi kotak sudah menanti kami di pintu keluar, tidak hanya itu, tiap anak pun diberi ongkos transport masing-masing sebesar 10 ribu! Wooooww jumlah yang sama dengan sumbangan kami untuk baksos. Setelah puas menyantap nasi kotak, kami memutuskan untuk kembali ke sekolah dengan berjalan kaki. Bukan karena kami ga modal sampai-sampai ga bisa naik angkot, tapi karena kami merasa moment seperti ini akan sulit terulang lagi mengingat kami sudah tingkat akhir dan sebentar lagi akan menghadapi ujian nasional. Cuaca pun mendu(ku)ng sehingga sempat kehujanan di tengah jalan. Ah, tapi itu semakin menambah kehangatan dan keakraban kami semua.

                                                makan gratis, Alhamdulillah.. (˘ڡ˘)

"Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), MAKA ALLAH MELIPAT GANDAKAN PEMBAYARAN KEPADANYA DENGAN LIPAT GANDA YANG BANYAK. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan." (Q.S. 2:245)
Apa yang tertulis di Alqur'an adalah apa yang langsung diserukan Allah kepada umatnya. Kejadian ini adalah sebagian kecil dari bukti bahwa Allah Mahakaya dan Maha menepati janji. Allah mengganti apa yang kita sedekahkan dengan yang setimpal, bahkan bila dikalkulasikan, ini semua jauh lebih besar daripada yang kami berikan. Karena selain diganti 10 ribu, kami juga dapat makan gratis, bolos pelajaran (hehe) dan yang paling penting, kebersamaan yang tak ternilai harganya..